09 Februari 2009

MAHASISWA DAN REVOLUSI EKONOMI

Mahasiswa dan Revolusi Ekonomi
(Constructive Movement : From teks to Conteks)
Oleh: Asyari Hasan [*]

Kesadaran adalah matahari
Kesabaran adalah bumi
Keberanian menjadi Cakrawala
Dan Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata
-WS Rendra
Setan Wacana Hegemonik
Sabar dan Ikhlas adalah “wacana hegemonik” dalam prilaku kegamaan Islam. Kata-kata yang acap kali didengar segenp muslim, di Musholla, Masjid dan tempat-tempat publik, para tokoh-tokoh “Uswatun Hasanah” yang mengatasnamakan Buya, Kyai, Ustad, Kaum intelektual, Pejabat dan Dosen, dengan meggunakan legalitas teks (Nas) “sesungguhnya Allah Bersama Orang yang sabar” -al-Baqarah) mengajak masyarakat untuk selalu bersabar dalam berbagai aspek, termasuk dalam ekonomi. Maka tak heran buruh, tukang becak, pelacur, gigolo, buya, mahasiswa kaum santri dan Tukang Ojek terhipnotis dan terperdaya oleh kata-kata para pesohor” di atas, sehingga mereka dengan sangat naïf bangga “dengan Gelar ” kemiskinannya. Tanpa sadar mereka telah menjadi boneka perbudakan (slavary) ideologi dan paradikma yang salah.
Tak anyal, mana ada ustad yang super kaya yang walaupun ada barang kali hanya “AA Gym”, Adakah Dosen IAIN, STAIN dan UIN yang jadi konglomerat? Parahnya kehidupan yang begitu tidak adil ini dianggap sebagi takdir Tuhan dan manifestasi dari ujian yang dipilih Allah untuk menguji ummat manusia, sebab para Nabi dan Rasul pun tidak lepas dari ujian dan cobaan. Miskin kok sabar, Dianiaya kok Ikhlas, jadi jugun Ianfu kok Tulus, jadi romusa kok takdir, apakah ini kehendak Tuhan dan apakah ini tujuan Islam? Kalaw iya barangkali benar kata Desi Ratnasari “Takdir memang Kejam” dengan kata lain Tuhan memang kejam. Atau ini barangkali salah satu model imperialisme kapitaslis yang didoktrin kepada seganap masyarakat Islam sehingga terjebak dalam kungkungan nasib merana. Sehingga selalu mencanangkan pemberdayaan ekonomi Ummat: melalui suaka ekonomi kepada negara-negara adidaya dengan casing “menuntaskan ekonomi dunia ketiga” tetapi sebenarnya adalah model imperialisme baru” semacam Paris club, IMf dan Bank dunia???.
Wajar kemudian jika Bangsa Indonesia yang konon mereperesentasikan penduduk Islam paling banyak di dunia 180 juta , (88, 8 % berbanding 11, 2 non Islam dari 217 juta penduduknya Tapi apa daya, lacur!, ternyata dari penguasaan aspek ekonomi mereka yang mayoritas Islam tidak dapat berbuat banyak. Di Indonesia, Islam hanya dapat berperan 22 % (14 % UKM dan 10% Raskin, koperasi dln), BUMN 24% dan mereka para konglomerat “yang Nota Bene” kaum Muhajirin “bukan beragama Islam” dapat menguasai 54% system ekonomi. Sama halnya dunia global Yahudi dengan penduduk hanya 15 Juta Orang di dunia namun mampu menguasai ekonomi dunia sebesar 40 %, dan Islam yang konon katanya mayoritas dengan penduduk 1, 7 milyard ternyata hanya bisa berperan 20%. Bukankah Indonesia adalah negara emas yang dengan aspek ekonomi paling sempurna, lautan luas, daratan subur tambang dan gas melimpah. Negara kita 2 kali lebih besar dari Eropa, 3 kali lebih besar dari Amerika. Jazirah arab adalah barometer minyak dunia, tapi kenapa Islam tidak dapat berbuat. Barangkali “ Kita Harus Bersabar ini Sudah Takdir”
Sungguh luar biasa jasa Musailamah ak-Kazzab (yang walaupun ia mati demi mepertahankan ideologi kapitalisnya) tapi ia mampu untuk mempengaruhi kaum muslimin untuk tidak berzakat dan meneggelamkan etos kerja muslimin (disimpan di dada saja: teori tanpa aplikasi) di saat khalifah Abu bakar. Begitu juga dengan Snog Hokranje saat Klonialisme belanda di Aceh berlanjut, (BUGIL: Bule Gila) dengan topeng ke Islamannya sebagai ahli fikih, Hafiz al-Qur’an dan sunan al-Bukhari dan Muslim) dapat mempengaruhi ideologi Islam, bagaikan musuh dalam selimut ternyata beliau memiliki maksud busuk berupa penjajahan laten di bumi rencong aceh. Untunglah pemuda-pemudi tampan dan cantik Islam Aceh mencium gelagat ini, Cut Nyak Dien, Cik Di Tiro, Teuku Umar, bersama-sam mengorbankan darah terakhir untuk menghalau-nya sehingga maksud busuk tersebut dapat dimentahkan. Namun hal ini tidak bisa hilang begitu saja, selama dua puluh tahun misi Snock Hockranje di Aceh ternyata telah merasuk ke dalam sel otak siapapun di Indonesia. Bahkan sampai kini ideology yang dibangun Snog Hogranje telah meracuni kita yang ada di sini. Terbukti kebanyakan kita adalah NATO (no action Talk only), mengaku-ngaku Islam tapi sholat jarang, Zakat gak pernah, atau sholat Iya tapi juga Maksiat jalan terus (STMJ), mahasiswa ekonomi Islam Ia tapi tidak pernah berbuat apa-apa termasuk jarang menulis.
Meminjam Istilah Gus Dur, Tuhan tidak Perlu diBela, barngkali ada benarnya, sebab tuhan itu Maha kaya, maha Kasih, maha adil juga dan maha-maha lainnya. Tetapi kenapa kita selalu mengatas nama TUHAN-kan apapun, dalam Istilah ekonomi: Tuhan melalui Rasulnya telah mengatakan : Antum ‘a’lamu bi umuri dunyakum”, terutama kaum muslimin. Oleh karena itu yang perlu kita bela dan perjuangkan adalah diri kita sendiri dan kepentingan seluruh masyarakat Islam. Karenanya, apapun yang menjadi Rukun Islam sesungguhnya adalah “pembelaan Tuhan Terhadap Hamba-hambanya dan hambanya terhadap Hambanya” (hablum min annas-hablum min Allah), sebab Allah maha pengasih, Dia tidak ingin hamba-Nya melarat atau fakir karena orang yang fakir itu rentan dengan kekafiran “Kada al-Faqr An-Yakuna Kufran”. Makanya karena kemiskinana dan kepapaan berapa banyak orang Islam yang murtad, karena perut lapar dan pakaian tidak ada mayoritas ummat Islam tidak Sholat karena terlalu sibuk mencari nafkah, terlena oleh dunia. Karena mencari duit untuk membeli baju hari Raya puasa Ramadhan ditinggalkan, kalau miskin lalu siapa yang mengeluarkan zakat karena nisabnya tidak sampai dan siapa yang bersedekah, dan tidak mungkin dapat naik haji kalau modal tidak ada. Artinya untuk menjadi seorang muslim sejati harus juga pake modal biar yang namanya rukun Islam dapat dilaksanakan seluruhnya.
Daulat Alam berupa kelahiran, kematian, jodoh, nasib, dan rejeki. Tetapi di saat yang sama manusia mempunyai daulat makhluk, untuk mengubah takdir, karena memang sebenarnya takdir itu konsep terbuka, tidak pernah kita ketahui dengan presisi, tetapi bisa kita prediksikan dan rencanakan. Manusia dapat memperbaiki dirinya dengan mengembangkan daulat makhluk ini, misalnya jika seseorang dilahirkan dalam keadaan kere, maka dia berhak merubah daulat alam itu untuk menjadi cukup atau kaya. Banyak contoh orang-orang yang bisa menerobos daulat alam ini. Jagoan yang berani mengambil resiko untuk mendapatkan yang terbaik. Seorang kriminal jalanan yang akhirnya menjadi raja seperti Ken Arok, seorang tukang pukul yang akhirnya menjadi Mahapatih sebuah kerajaan besar seperti Gajah Mada, atau seorang anak guru yang akhirnya menjadi presiden seperti Sukarno.Tetapi sayangnya bahwa jagoan2 ini adalah satu di antara seribu atau bahkan mungkin sejuta. Bagi mayoritas manusia, kemampuan itu tidaklah memadai untuk merubah daulat alam, karena itu perlu adanya kekuatan kolektif yang dilembagakan.
Atas “Nama” Mahasiswa Melawan Ketidakdilan Ekonomi
Mahasiswa adalah generasi muda yang dikenal memiliki semangat, penuh dedikasi, enerjik, cerdas dan sudah barang tentu berilmu. Tegaknya bangsa ini tidak terlepas dari andil perjuangan mahasiswa. Tahun 1928, mahasiswa muda Stovia seperti Wahidin Sudiro Husodo. Bersama rekan-rekannya, melahirkan Sumpah Pemuda, yang bisa mengikat komponen bangsa untuk bersatu, di bawah bayang-bayang kolonialisme Belanda. Setelah itu, lahirlah sosok Bung Hatta dan Sutan Syahrir, dengan kumpulan Pelajar Indonesia-nya di negeri Belanda, memberi semangat kepada pemuda lain, untuk lepas dari kungkungan penjajah. Selanjutnya Adam Malik dan kawan-kawan, dengan semangat membaranya, mendorong agar kaum tua seperti Sukarno dan lainnya cepat-cepat memproklamirkan kemerdekaan, selepas Hiroshima dan Nagasaki dibom. Tahun 1966, ketika pemerintahan Bung Karno sedang tidak menentu, tampillah sosok-sosok mahasiswa, seperti Arif Rahman Hakim, Cosmas Batubara, Abdul Gafur. Mereka memberikan semangat kepada rakyat agar melaksanakan TRITURA yang melahirkan orde baru Tak hanya itu, ketika di tahun 1974, di saat pemerintahan orde baru memberikan kebijakan yang kurang sesuai dengan kebanyakan rakyat, Hariman Siregar dan kawan-kawan juga turun ke jalan. Dan meletuslah peristiwa MALARI. Terakhir dan masih hangat dalam benak kita, di tahun 1998, kita menyaksikan bagaimana peranan mahasiswa mendobrak kebekuan politik Suharto. Terjadilah apa yang dinamakan reformasi.
Menurut hemat saya, secara subtansial pergerakan mahasiswa di atas adalah perlawanan terhadap yang namanya ekonomi kapitalis, sebab imperilisme dan klonialisme merupakan metode kapitalis untuk menumpuk kekayan melalui pengambilan hak orang lain secara paksa. Tritura juga hasil konspirasi politik ekonomi kapitalis sehingga menaikkan harga begitu mahal dan membuat bangsa ini krisis, begitu juga dengan kasus MALARI dan reformasi.
Tak bisa dipungkiri bahwa ekonomi kapitalis menurut “Marx memunculkan Inefesiensi, alienasi dan penindasan” telah memberikan begitu banyak hasil positif bagi kemajuan bangsa ini. Namun, di balik itu semua ternyata ekonomi kapitalis memiliki efek-efek negatif. Pengangguran, penimbunan barang, jeratan-jeratan hutang, krisis dunia yang terus berulang-ulang, merupakan sebagian kecil dari bencana-bencana ekonomi dunia yang ditimbulkan oleh ekonomi kapitalis. Terjadinya kemiskinan yang semakin meluas di negara dunia ketiga dan ekploitasi ekonomi dari sekelompok negara maju terhadap negara-negara berkembang telah menciptakan penjajahan gaya baru. Kekacauan yang terjadi pun tidak hanya dalam bentuk ekonomi saja, tetapi telah meluas menyentuh pada wilayah hukum, sosial budaya, bahkan kancah pertarungan politik.. Oleh karena itu peran mahasiswa diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang sedang siap untuk meledak. Sebuah revolusi ekonomi yang lebih berkeadilan, yang mampu menjadi solusi, baik dalam tataran praktis maupun teoritis. Hari ini, rakyat menunggu pemuda Islam patriotik baru, menapak jejak Wahidin, Hatta, Adam Malik, Arief Rahman Hakim dan Hariman Siregar baru, yang siap melakukan revolusi terhadap kondisi yang terjadi. Dibutuhkan mahasiswa yang masih memiliki semangat idealisme dan hati nurani terhadap kondisi bangsa, khususnya di bidang ekonomi. Bukan hanya kaya defenisi tanpa implementasi.
Salah satu hasil ijtihad discovery baru dalam bidang ekonomi ditawarkan para sarjanawan Islam, paling tidak sebagai tawaran alternatif ekonomi baru, yang dianggap sebagai penambal sulam kekurangan ekonomi konvensional (baca: Kapitalis). Sistem ini jelas memiliki jargon “mengharamkan BUNGA” dianggap sebagi Riba, dimana-mana akhir-akhir ini kampnye peribaan Bank Konvensional sangat marak, bahkan beberapa University ikut serta dengan membuka fakultas ekonomi syariah semakin pesat, baik S1, S2, S3 juga D3. sehingga ke depan akan lahir sarjana-sarjana ekonomi Islam yang memiliki paradigma, pengetahuan dan wawasan ekonomi syariah yang komprehensif. Bukan hanya sekedar menelorkan sarjana berpredikan “antri” untuk menjadi PNS tapi juga menciptakan wadah ekonomi Umat secara mandiri dan tidak mengharap welas kasihan dari Orang lain. Dan juga bukan penganut taqlid “Ikut-Ikutan” karena Ekonomi Islam sangat prospektif secara individual sehingga menciptakan karakter individu yang memiliki pemahaman ekonomi syari’ah tetapi implementasi konvensional.
Benarkah ekonomi Islam akan mampu bersaing secara kompetitif dengan ekonomi konvensional yang suadah lam berkiprah??, dulu kala ekonomi sosialis sesak nafas dibuat ekonomi kapitalis, sekarang ekonomi Syari’ah mencoba menggulingkan kapitalis, barang kali Ibarat pertarungan antara David dan Goliat saja, akankah kita pemuda syari’ah hanya menanti datangnya dewi Fortuna dari kayangan. Atau jangan-jangan munculnya ekonomi syari’ah hanya sekedar “ungkapan kepapaan kita terhadap sistem yang membelenggu” tanpa adanya niatan untuk membuat perubahan (Shifting Paradigm) atau REVOLUSI ke arah yang lebih maju. “Bagaimana mau memandang matahari menatap bulan Purnama saja tidak sanggup”. ………….Wallohu A’lam.

Barangkali saatnya kita turun ke jalan robohkan setan yang dipersimpangan jalan!!!
By: Iwan Falls


[*] Dipresentasikan pada acara FOSSEI hari Jum’at tanggal 25 April 2008 di Kampus BENING dan Kampus PERLAWANAN STAIN Batusangkar. Penulis adalah Advisory Board Pada El-Dies (lembaga Diskusi ekonomi Syari’ah)

Tidak ada komentar: